Bagaimana jika cinta sejati tidak pernah mati? Bagaimana jika ia hanya berubah bentuk — menunggu untuk dilahirkan semula dalam jiwa-jiwa yang berani mencintai, meski dunia memanggilnya salah?

Di pesisir sunyi Tanjung Bayu, dua jiwa terasing menemukan satu sama lain. Hans, yang dilahirkan sebagai Hana, hidup dalam tubuh yang bukan miliknya—seorang anak nelayan yang menyimpan rahsia tentang siapa dirinya sebenarnya. Dalam hidup yang ditandai kehilangan ibu sejak kelahiran, ayah yang karam dalam luka dan botol-botol bisu, Hans membesar di tengah laut dan dapur, menjadikan setiap denting sudip dan riak ombak sebagai lagu jiwanya.

Sophia, anak pegawai daerah yang tampak sempurna di mata masyarakat, menyimpan hati yang lebih besar daripada garis sempadan. Di sebalik keanggunan dan ketenangannya, tersimpan keberanian untuk melihat manusia dengan mata kasih—tanpa prasangka, tanpa syarat.

Dari pantai yang memantulkan langit ke dalam air, mereka berkongsi senyap dan tawa, luka dan harapan, mimpi dan rasa. Persahabatan mereka tumbuh, mekar, dan perlahan-lahan bertukar menjadi sesuatu yang lebih halus dan mendalam—sebuah cinta yang tidak memerlukan nama.

Namun cinta itu tidak dibiarkan hidup. Dunia ini terlalu takut pada apa yang tidak difahami. Sophia dipaksa tunduk kepada kehendak keluarga yang mengagungkan darjat dan agama. Hans pula bergelut antara menjadi diri sendiri atau menjadi ‘anak baik’ yang mengikut rentak dunia. Di antara mereka berdiri benteng yang tidak kelihatan tetapi tak tergoyahkan—batas yang memisahkan, menghukum dan menyakitkan.

Ini bukan sekadar kisah tentang Hans dan Sophia. Ini adalah tentang bagaimana cinta yang dipatahkan waktu, masih mampu bergetar di masa hadapan—di tangan dua jiwa yang lain: Rina dan Andrey. Andrey, seorang pelukis sunyi yang sedang menyulam kembali benang-benang melodi lama, menemukan dalam dirinya gema cinta yang belum selesai.

Konserto untuk Sophia adalah sebuah simfoni jiwa—tentang kasih yang tidak pernah padam meski dunia membakar, tentang kebenaran yang lahir bukan dari dogma, tetapi dari keberanian untuk hidup setulus mungkin. Ia adalah nyanyian untuk mereka yang pernah dianggap asing, kotor dan tersisih—namun sebenarnya paling mengerti makna cinta yang suci.

Cinta sejati tidak pernah mati. Ia hanya mencari bentuk baru untuk terus hidup—dalam lagu, dalam kenangan, dan dalam hati mereka yang ikhlas mencintai.